Kamis, 06 Agustus 2009

ITTIBA'


Saudaraku yang budiman rohimaniyallohu wa iyyakum, Al Hamdulillah, di kesempatan yang berbahagia kali ini kita berjumpa dalam rubrik Ensiklopedi Islam. Pembahasan kita kali ini adalah tentang Ittiba’. Yang mana ‘amal ‘ibadah seorang hamba, tidak akan diterima oleh Alloh Ta’ala, kecuali melalui jalan ittiba’. Ittiba’ juga merupakan rambu-rambu shirothol mustaqim. Demikian pula, ittiba’ adalah perinsip atau dasasr Islam yang sangat wajib kita ketahui.

Saudaraku yang budiman. Yang dimaksud dengan ittiba’ sebagai dasar aturan dan hukum Islam, adalah mengikuti Rosululloh صلى الله عليه وسلم , dalam memahami Islam dan menerapkannya. Karena Rosululloh solallohu ‘alaihi wa salam sendiri hanya komitmen mengikuti wahyu Ilahi. Oleh karena itu, pada hakikatnya ittiba’ adalah mengikuti wahyu dari Alloh Subhanahu wa Taala. Dan juga merupakan pengamalan dari syahadat anna Muhammadar Rosululloh.

Saudaraku yang budiman, ittiba’ adalah pengawal kemurnian. Tidak akan mungkin, kita dapat menjaga kemurnian Islam, kecuali dengan tetap konsisten (sangat tegas) kepada ittiba’. Meninggalkan ittiba' secara keseluruhan, berarti keluar dari Islam. Sedangkan meninggalkan sebagian dasar ittiba’, berarti masuk ke dalam lingkaran bid’ah, bahkan bisa mengeluarkan seseorang dari Islam.

Pemahaman dan pelaksanaan tauhid sendiri harus di-kawal ketat dengan ittiba’. Jika tidak, maka pasti melahirkan pemahaman dan pelaksanaan yang salah, yang bisa sampai kepada kesyirikan, atau paling sedikit akan me-nyampaikan kepada bid’ah yang sesat. Yang dimaksud dengan pengawalan ittiba’, adalah bahwa pemahaman dan pelaksanaan tauhid dan agama Islam secara keselu-ruhan, wajib mengikuti jalan Rosululloh solallohu ‘alaihi wa salam.

Saudaraku yang budiman, mari kita simak kedudukan ittiba’ dalam Islam melalui hal berikut:

Pertama. Rosululloh solallohu ‘alaihi wa salam mengikuti wahyu dan tidak sekali-kali memasukkan ke dalam Islam suatu ajaran yang berasal dari produk diri beliau sendiri.

وَاتَّبِعْ مَا يُوحَى إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا

“Dan ikutilah apa yang diwahyukan Robb-mu kepadamu. Sesungguhnya Alloh adalah Maha mengetahui apa yang kalian kerjaka..” [QS. al-Ahzab (33): 2]

وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلا وَحْيٌ يُوحَى

“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (al-Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” [QS. an-Najm (53): 3-4]

Yang kedua. Kita diperintahkan untuk ittiba’.

اتَّبِعُوا مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ وَلا تَتَّبِعُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ قَلِيلا مَاتَذَكَّرُونَ

“Ikutilahatau ittiba’lah apa yang diturunkan kepada kalian dari Robb kalian dan janganlah kalian mengi-kuti wali-wali selain-Nya.” [QS. al-A’rof (7): 3]

Selanjutnya hal yang ketiga. Yakni ittiba’adalah bukti kecintaan kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala, dan merupakan syarat mendapatkan kecintaan-Nya. Sebagaimana firman Alloh Ta’ala dalam surat ali ‘Imron ayat 31:

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Katakanlah: ’Jika kalian (benar-benar) mencintai Alloh, ikutilah aku, niscaya Alloh akan men-cintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Saudaraku yang budiman rohimaniyallohu waiyyakum, Ittiba’ juga memiliki arti

قَبولُ قَولِ الْقَاءلِ وأنتَ تَعلَمُ حُجتَهُ

Yaitu menerima perkataan orang lain dan (engkau) mengetahui hujjahnya, atau engkau mengetahui sumber alasannya.

Al Imam Ibnul Qoyyim mengatakan, bahwa Ittiba’ adalah menempuh jalan orang yang (wajib) diikuti dan melakukan apa yang dia lakukan.

Oleh karena itu, seorang muslim wajib ittiba’ kepada Rosulullah Shollallohu ‘alaihi wa sallam, dengan cara menempuh jalan yang beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam tempuh dan melakukan apa yang beliau lakukan. Begitu banyak ayat Al-Qur’an, yang memerintahkan setiap muslim agar selalu mengikuti (ittiba’) kepada Rosulullah Shollallohu ‘alaihi wa sallam. Di antaranya firman Alloh Ta’ala:

ö@è% (#qãèÏÛr& ©!$# š^qߧ9$#ur ( bÎ*sù (#öq©9uqs? ¨bÎ*sù ©!$# Ÿw =Ïtä tûï͍Ïÿ»s3ø9$#

“Artinya : Katakanlah: “Taatilah, patuhilah Alloh dan Rosul-Nya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang kafir” [Ali lmran : 32]


$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ͐öDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx« çnrŠãsù n<Î) «!$# ÉAqߧ9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# 4 y7Ï9ºsŒ ׎öyz ß`|¡ômr&ur ¸xƒÍrù's? ÇÎÒÈ

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Alloh dan taatilah Rosul (Nya), serta ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Alloh (Al Quran) dan Rosul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Alloh dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (An-Nisa :59)


“Artinya : Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintal Alloh, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. “Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” [Ali lmran :31]

Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda,

“Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya. Seandainya Musa hidup, maka tidak boleh baginya kecuali mengikutiku” [Dikeluarkan oleh lbnu Abi Syaibah, Ahmad )


Hadits ini merupakan dalil yang qath‘i atas wajibnya mengesakan Nabi صلى الله عليه وسلم dalam hal ittiba’ atau menjadikan Rosululloh satu-satunya dalam ham pengikutan. dan ini merupakan konsekuensi syahadat ‘anna Muhammadan rosululloh”. Karena itulah Alloh Ta’ala sebutkan dalam surat Ali ‘lmran ayat 31 yang berbunyi:

ö@è% bÎ) óOçFZä. tbq7Åsè? ©!$# ÏRqãèÎ7¨?$$sù ãNä3ö7Î6ósムª!$# öÏÿøótƒur ö/ä3s9 ö/ä3t/qçRèŒ

“Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.

Demikian juga Alloh memerintahkan setiap muslim agar ittiba’ atau mengikuti kepada sabilil mukminin yaitu jalan para sahabat Rosululloh رضوان الله عليهم , dan mengancam dengan hukuman yang berat kepada siapa saja yang menyeleweng darinya:

`tBur È,Ï%$t±ç tAqߧ9$# .`ÏB Ï÷èt/ $tB tû¨üt6s? ã&s! 3yßgø9$# ôìÎ6­Ftƒur uŽöxî È@Î6y tûüÏZÏB÷sßJø9$# ¾Ï&Îk!uqçR $tB 4¯<uqs? ¾Ï&Î#óÁçRur zN¨Yygy_ ( ôNuä!$yur #·ŽÅÁtB

“Dan barangsiapa yang menentang Rosul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin. Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu, dan kami masukkan ia ke dalam Jahannam. Dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. (An-Nisa’: 115)

Saudaraku yang budiman, Al-Imam Asy-Syafi’i رحمه الله تعالى mengatakan, “Jika kalian menjumpai sunnah Rosulullah صلى الله عليه وسلم , maka ittiba’lah(ikutilah) kepadanya, janganlah kalian menoleh kepada perkataan siapapun juga.”

Beliau رحمه الله تعالى juga berkata, “Setiap yang aku katakan, kemudian ada hadits shohih yang menyelisihinya. Maka hadits Nabi lebih utama untuk diikuti. Janganlah kalian taqlid kepadaku”.

Murid Al-Imam Asy-Syafi’i, yakni Al-Imam Ahmad رحمه الله تعالى mengatakan, “Ittiba’ adalah jika seseorang mengikuti apa yang datang dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya”.

Saudaraku yang budiman, ahlus Sunnah walJama’ah telah ijma’ (sepakat) bahwa tidak wajib ittiba’ atau mengikuti kepada seorangpun dalam segala sesuatu kecuali kepada Rosululloh صلى الله عليه وسلم .

Demikianlah saudaraku, kebersamaan kita kali. Semoga bermanfaat bagi kita semua.

والله ولي التوفيق



Tidak ada komentar:

Posting Komentar